Refleksi Idul Adha 1445 H: Menuju Rahmatan Lil Alamin

Surabaya, syiarmu.com –

الحَمْدُ لِلّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنسْتغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُو أنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ. وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أنْ لاَ إلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. وَأشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ هَذَا الرَّسُوْلِ الْكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُصِيْكُمْ وَنَفْسِيبِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَُ
اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ
Hadirin jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah swt. Marilah kita bersyukur ke hadirat Allah swt. atas limpahan nikmat-Nya karena kita masih diberi kesempatan untuk menunaikan shalat Idul Adha di tanah lapang ini, yang nanti dilanjutkan dengan kegiatan kurban.

Shalawat serta salam marilah kita haturkan kepada Nabi Muhammad saw, kepada keluarganya, para sahabatnya dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Penyembelihan binatang kurban adalah sebagai salah satu bentuk ibadah sekaligus peringatan dalam meneladani keimanan dan ketakwaan Nabi Ibrahim terhadap perintah Allah yang Agung. Penyembelihan itu juga sebagai bentuk meneladani keshalihan putranya, yaitu Ismail alaihissalam.

Nabi Ibrahim adalah sosok orang tua teladan yang berhasil mendidik putranya menjadi generasi qurrata a’yun lagi shalih. Sedangkan Nabi Ismail adalah sosok anak yang shalih dan sangat berbakti kepada orang tua dan rela berkorban jiwa raga demi kebaikan orang tuanya.

Nabi Muhammad adalah panutan yang mesti kita contoh. Hal itu karena akhlaknya yang mulia. Beliau bisa menyatukan umat. Karena sifat kejujurannyanya, beliau dipercaya oleh siapapun. Karena ucapanya yang baik lagi damai, musuh pun bisa jadi pengikut yang setia.

Semoga kita bisa mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW, menjadi pribadi yang damai lagi sejuk, yang jujur, baik, serta humanis. Sehingga mampu menyuguhkan rahmat bagi seluruh alam termasuk baik terhadap binatang dan lingkungan.

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَر

Pada hari yang berbahagia ini kita merayakan Idul Adha. Pada hari itu kita dianjurkan bertakbir, melaksanakan shalat id, dan menyembelih hewan kurban.

َPerayaan idul Adha beserta ibadah kurban adalah ibadah yang mengingatkan kita kepada keimanan, kesabaran, kejujuran serta ketaatan Nabi Ibrahim. Beliau adalah Nabi yang dikasihi Allah karena keimanan yang sangat kuat dan ketakwaan yang sangat tinggi.

Beliaulah yang dalam pencariannya menemukan keyakinan dan keimanan kepada Allah yang Maha Kuasa dan Maha Besar. Kepadanya beliau menyerahkan diri secara bulat tanpa ada keraguan.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْهِمْ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُو اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَۗ وَمَنْ يَّتَوَلَّ فَاِنَّ اللّٰهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيْدُ
“Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan Keluarganya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dialah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji,” (Al-Mumtahanah: 6).

Nabi Ibrahim meyakini bahwa apapun yang diperintahkan Allah terdapat sebagai suatu kebaikan yang harus ditunaikan tanpa ada penolakan.

Ketika ada perintah Allah untuk meninggalkan istri dan anaknya yang masih bayi di lembah tandus yang sepi, beliau melaksanakannya dengan penuh ketaatan. Pada akhirnya berujung kebaikan yang besar, keluar mata air zamzam sebagai daya tarik bagi manusia lain untuk ikut menetap

Karena itu jadilah sekarang sebuah kota yang terkenal yaitu Makkah Al Mukaramah yang dikunjungi jutaan kaum muslimin yang berziarah kepadanya.

Ketaatan pada perintah Tuhan yang dilakukan Nabi Ibrahim sangat luar biasa walaupun sesulit apa pun dan melibatkan perasaan yang terdalam beliau tetap melaksanakannya.

Seperti halnya ketika Nabi Ibrahim diperintah mengorbankan putra tersayang Ismail, beliau pun dengan penuh keyakinan tetap melaksanakannya. Walaupun akhirnya Allah mengganti kurbannya dengan biri-biri yang besar, tetapi beliau sudah tercatat dalam sejarah sebagai Nabi yang sangat beriman kepada Allah dengan segenap jiwa raganya, menaati perintah Allah dengan ketaatan yang luar biasa.

Untuk menghormati dan mencontoh ketaatan Nabi Ibrahim kita diperintahkan untuk melaksanakan kurban dengan binatang ternak yang baik dan besar. Tradisi tersebut sampai hari ini dilaksanakan oleh segenap kaum muslimin seluruh dunia sebagai suatu simbol ketaatan dan keikhlasan kepada Allah Tuhan semesta alam.

إِنَّآ أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ
“sesungguhnya kami telah memberi kamu nikmat yang banyak, maka laksanakan shalat kepada Tuhanmu dan berkurbanlah, sesungguhnya orang yang membencimu adalah orang yang terputus,” (al-Kautsar 1-3).

Ketaatan keikhlasan dan pengorbanan harus menjadi bagian dari kehidupan kaum Muslimin.

Allahu Akbar Allahu Akbar

Dalam keadaan situasi seperti sekarang ini masih banyak orang yang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Maka kita harus terpanggil membantu dengan harta kita yang kita cintai sebagian kecil atau sebagian besar untuk dipakai membantu mengurangi kesengsaraan mereka. “Tidak beriman seseorang jika dirinya kenyang sedangkan tetangganya kelaparan.”

Tetapi, kecintaan manusia kepada harta terkadang sangat berlebihan sehingga menjadi cobaan berat bagi dirinya dan menjadi penghalang bagi ketaatan kepada Allah swt. Allah menyatakan dalam Al-Qur’an surat At-Taghabun ayat 15.

إِنَّمَآ أَمۡوَٰلُكُمۡ وَأَوۡلَٰدُكُمۡ فِتۡنَةٞۚ وَٱللَّهُ عِندَهُۥٓ أَجۡرٌ عَظِيمٞ
“Sesungguhnya harta mu dan anak anakmu adalah cobaan bagimu, dan di sisi Allah ada pahala yang besar.”

Keengganan berinfak dan bershadaqah adalah karakter manusia kikir karena mereka sangat mencintai harta yang dimilikinya. Walaupun Allah banyak menekankan dalam berbagai ayat dalam Al-Qur’an keutamaan bershadaqah bahkan disamakan dengan memberi pinjaman kepada-Nya yang akan dibayar dengan berlipat ganda di dunia, juga dijanjikan pahala besar di akhirat.

Bagi sebagian besar manusia menganggap bahwa harta yang dimilikinya itu akan mengekalkan kehidupan di dunia.

Mereka enggan untuk berinfak padahal harta. Menurut pandangan agama hanya perhiasan kehidupan dunia yang sifatnya sementara. Firman Allah:

وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ . الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ . يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ
“Celakalah orang yang mengumpat dan mencela, yaitu orang selalu mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, mereka menyangka bahwa hartanya dapat mengekalkannya,” (Al Humazah 1-3).

Dan sabda Rasulullah saw: “Anak Adam mengatakan hartaku, hartaku, Tidaklah kamu mendapatkan dari hartamu itu kecuali apa yang kamu makan sampai kenyang, apa yang kamu pakai sampai usang, atau kamu sedekahkan sehingga pahalanya akan terus mengalir,” (HR Muslim, At-Timidzi dan an Nasa’i).

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَر

Sekadar merenungi kembali momentum Idul Adha, kesanggupan Nabi Ibrahim mengorbankan anak kandungnya sendiri Nabi Ismail. Di samping menguji ketaatan beliau bahwa perintah Allah swt yang harus dipatuhi. Allah Ta’ala memberi peringatan kepada umat yang akan datang termasuk kita bahwa setiap orang harus sanggup mengorbankan diri, keluarga dan harta benda yang disayangi demi menegakkan perintah Allah.

Hidup adalah satu perjuangan dan setiap perjuangan memerlukan pengorbanan. Tidak akan ada pengorbanan tanpa kesusahan. Justru kesediaan seseorang untuk melakukan pengorbanan termasuk uang dan harta benda, tenaga dan waktu, akan benar-benar menguji keimanan seseorang.

Hadirin yang berbahagia pada akhir khutbah ini saya meng­ingatkan kepada kita semua ayat 11 surat Ar-Ra’d:

ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Qs Ar-Ra’d :11).

Makna ayat tersebut adalah bahwa yang dimaksud dengan perubahan adalah perubahan kolektif (Al-Qaum) atau komunitas bukan perubahan individu. Perubahan kondisi sosial dari suatu keadaan tertentu kepada keadaan tertentu yang lebih baik.

Perubahan kolektif atau perubahan sosial akan terjadi jika anggota suatu masyarakat melakukan aktivitas untuk menjadikan kehidupannya lebih baik atau lebih dinamis.

Perubahan itu bisa dimulai dengan sesuatu yang sederhana seperti berempati dan memberi bantuan kepada warga miskin di lingkungan mereka sendiri agar terbebas dari kemiskinan.

Bantuan tersebut bisa berbentuk natura atau bisa juga dalam bentuk pemberdayaan. Maka dalam konteks sederhana tersebut dapat dikatakan bahwa perubahan yang dilakukan merupakan proses aktif menabur kebaikan di tengah kehidupan masyarakat agar memberi dampak pada perubahan.

Islam mengajarkan umatnya untuk selalu berbuat baik dalam menjalani hidup keseharian sebagai bentuk menebar rahmat bagi sesama manusia.

Kebajikan yang dilakukan kepada sesama manusia adalah merupakan kebajikan sosial yang menjadi faktor utama terwujudnya kemajuan suatu masyarakat. Jika seseorang menebar manfaat pada sesama manusia berarti dia itu telah berkontribusi dalam proses perubahan masyarakat tersebut. Rasulullah saw bersabda,

”Sebaik-baik teman di sisi Allah adalah orang yang paling baik di antara mereka terhadap temannya. Dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah orang yang paling baik di antara mereka terhadap tetangganya.’’ (HR Tirmidzi).

Akhirnya, marilah kita akhiri khutbah ini dengan bersama-sama memohon kepada Allah agar diberi kekuatan untuk tetap teguh dalam keimanan dan ketakwaan. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh keluarga Nabi Ibrahim alaihi salam

اْلحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَماَ صَلَّيْتَ عَلىَ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنـَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللَّهُمَّ باَرِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَماَ باَرَكْتَ عَلىَ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنـَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ . رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ. اللَّهُمَّ أَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاء وَأَخْرِجْ لَنَا مِنْ خَيْرَاتِ الأَرْضِ، وَبَارِكْ لَنَا في ثِمَارِنَا وَزُرُوْعِنَا وكُلِّ أَرزَاقِنَا يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ . رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
اَلْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ

Kholifan Nawawi – Ketua Majelis Tabligh PCM Krembangan

Tinggalkan komentar