Surabaya, syiarmu.com – Pada Selasa (26/3/24) ustadz Aziz Maulana menyampaikan tausiah di masjid Al Islam. Tema yang disampaikan yakni cara memberi hutang tanpa riba.
Allah berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam (kedamaian) secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah : 208)
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa orang-orang yang beriman hendaknya masuk ke dalam agama Islam secara keseluruhan. Jangan menjalankan agama dengan setengah-setengah atau menjalankan agama berdasarkan selera keinginan hawa nafsu manusia.
Jangan pula menjadi seorang muslim yang mengimani isi sebagian kitab Allah dan ada yang mengingkari isi sebagian kitab Allah. Allah berfirman dalam potongan ayat ini:
….. فَتُؤْمِنُوْنَ بِبَعْضِ الْكِتٰبِ وَتَكْفُرُوْنَ بِبَعْضٍۚ…..
Artinya : …..Apakah kamu beriman pada sebagian Kitab (Taurat) dan ingkar pada sebagian (yang lain)?….. (QS. Al-Baqarah: 85)
Sebagian manusia mengatakan jangan campurkan urusan politik dengan agama dan jangan campurkan urusan ekonomi dengan agama. Padahal secara aspek kehidupan seharusnya hal itu adalah urusan agama. Apapun aspek kehidupan manusia semuanya harus kembali kepada agama Allah.
Hukum dasar ibadah adalah haram, kecuali ada dalil perintah yang mewajibkan ibadah tersebut. Misalkan shalat subuh yang dikerjakan ingin lebih dari yang lain sehingga harus menjalankan 3 rakaat. Maka hal ini hukumnya haram dikarenakan tidak ada dalil perintah mengerjakan 3 rakaat pada waktu subuh.


Sedangkan hukum dasar muamalah adalah mubah, kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Muamalah adalah urusan dunia, sosial, lingkungan, ekonomi, negara, dan lain sebagainya. Misalkan ada orang yang mempunyai profesi petani apakah perlu adanya dalil untuk mengerjakannya? Tentu tidak. Hal itu karena ilmu pertanian adalah bagian dari muamalah dan tidak perlu dalil untuk mengerjakannya.
Ada orang yang mengamalkan muamalah tetapi malah diperangi oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبٰوٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۚ وَاِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوْسُ اَمْوَالِكُمْۚ لَا تَظْلِمُوْنَ وَلَا تُظْلَمُوْنَ
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang mukmin.
Jika kamu tidak melaksanakannya, ketahuilah akan terjadi perang (dahsyat) dari Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi, jika kamu bertobat, kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan). (QS. Al Baqarah : 278-279)
Termasuk bagian dari muamalah adalah riba. Alasan masyarakat jahiliyah menghalalkan riba adalah karena ingin mendapatkan keuntungan. Allah berfirman:
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ…..
Artinya: Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan… (QS. Al Baqarah : 275)
Ada tiga hal yang harus diperhatikan orang ketika memberi hutang. Pertama, setiap transaksi akad hutang piutang yang di dalamnya ingin mendapatkan profit maka haram hukumnya. Hal itu karena prinsip hutang adalah ta’awun (tolong menolong) sesama manusia.
Kedua, orang yang memberi hutang tidak minta tambahan, tetapi yang berhutang menjanjikan tambahan nilai hutangnya, maka ini termasuk bagian dari riba. Hal itu karena ada akad dari yang meminta hutang untuk menjanjikan akan memberikan tambahan dari nilai hutangnya.
Ketiga, keduanya tidak berbicara apapun tentang riba, tetapi menggunakan isyarat tubuh dan kebiasaan masyarakat sehingga ada unsur riba di dalamnya. Sebagai contoh, ada yang berhutang Rp100.000. Karena kebiasaan masyarakat dan sosial, orang yang berhutang mengembalikannya Rp150.000.
Terdapat dua hal yang harus dilakukan kepada orang yang berhutang. Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خيركم أحسنكم قضاء (أي عند رد القرض)-صحيح البخاري رقم
Artinya: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam membayar utang.” (HR. Bukhari 2305)
Berdasarkan hadits itu, orang yang berhutang hendaklah hutangnya dibayar sesuai dengan yang ditentukan waktunya. Selain itu, saat melunasi hutangnya dan yang berhutang ada kelebihan rezeki maka bisa memberikan kepada yang memberi hutang. Akan tetapi, tidak ada ikatan untuk mendapatkan nilai tambahan keuntungan pada awalnya. (Wahid/Fikri)