Filosofi Induk Kucing dalam Kehidupan

Oleh: Fernanda Marnitio Pratanu
Rabu, 17 April 2024

Siapapun pasti pernah melihat wujud induk kucing. Induk kucing seringkali kita temui secara tidak sengaja entah ketika makan, membaca buku/majalah sambil meminum segelas kopi di teras rumah, dan sebagainya. Namun, tulisan ini tidak hendak memberikan penjelasan wujud induk kucing. Tulisan ini akan menjelaskan salah satu fenomena perilaku induk kucing yang suka memberikan hasil buruan (makanan) pada anak-anaknya.

Induk kucing yang sering kita temui kebanyakan kurus seperti kelaparan. Induk kucing terbiasa mencari makanan di lingkungan sekitarnya. Ketika sudah mendapatkan makanan, induk kucing tersebut tidak memakannya. Ternyata makanan itu hanya digigit kemudian dibawa pergi ke suatu tempat tersembunyi yang tidak diketahui banyak orang.

Ternyata induk kucing tersebut memberikan hasil buruannya kepada semua anak-anaknya supaya tidak kelaparan. Bahkan induk kucing rela tidak makan hanya demi anak-anaknya. Itulah sisi nilai kebaikan induk kucing kepada anak-anaknya.

Seorang manusia juga mengalami hal yang sama. Ada yang rela berkorban demi kepentingan kelompoknya dengan mencari nafkah untuk keluarganya, membantu urusan hidup orang lain, dan sebagainya. Lantas apakah hubungannya induk kucing dengan kehidupan manusia? Hubungannya adalah Hablum Minannas, menjaga hubungan antar manusia dengan baik.

Dalam kehidupan manusia, kita tidak bisa hidup sendiri. Di lingkungan mana pun berada kita akan tetap membutuhkan bantuan manusia yang lain. Sebab, manusia merupakan makhluk sosial.
Setiap permasalahan yang dihadapi manusia akan selalu membutuhkan bantuan dukungan dari orang lain.

Manusia bukanlah mahkluk yang sempurna. Artinya, tidak semua permasalahan harus diselesaikan. Namun, poin penting permasalahan yang harus diselesaikan adalah apabila memiliki masalah dalam hubungan sosial dengan orang lain (Hablum Minannas). Salah satunya adalah “manusia lebih suka membuat penilaian (prasangka)”. Apabila kita mudah berprasangka kepada manusia lain maka bisa dikatakan diri kita bermasalah dalam menjaga hubungan baik dengan sesama manusia.

Misalkan kita memberikan prasangka pada induk kucing. “Kucing ini setiap hari saya kasih makan kok gak gemuk-gemuk badannya? Wah pasti makanan yang aku kasih dibuang begitu saja. Rugi dong saya. Lain kali saya tidak akan memberi makan kucing ini lagi deh.” Ini adalah contoh pernyataan terkait prasangka manusia. Kenyataannya adalah kita melihat secara langsung induk kucing tidak memakan makanan yang diberi karena induk kucing tersebut selalu mengingat kondisi anaknya yang lapar dan menunggu induknya hadir supaya bisa makan.

Fenomena ini mengajarkan apakah kita selalu mudah memberikan penilaian (prasangka) tentang orang lain. Pada umumnya manusia seperti itu. Namun, perlu diingat, setiap orang memiliki cara masing-masing untuk membantu urusan orang lain yang tidak kita ketahui. Misalkan kita membantu orang lain tanpa sepengetahuannya atau memberikan dukungan tanpa syarat.

Salah satu kemampuan dasar untuk menjaga hubungan yang baik dengan sesama adalah “jangan mudah menghakimi perilaku orang lain dan cukup pahamilah mereka dengan mencari tahu sebab munculnya perilaku tersebut.” Hal itu karena setiap orang memiliki falsafah hidup masing-masing demi menciptakan kebaikan di lingkungannya.

Setiap manusia memiliki kekurangan. Apabila kita ingin memberi masukan yang terbaik untuk membantu kekurangan orang lain, berikanlah nasihat itu secara diam-diam tanpa ada orang lain yang mengetahui. Percayalah dengan cara seperti ini, orang yang dinasihati akan lebih mudah menerima karena bisa menjaga hubungan baik dengan sesama.

Fernanda Marnitio Pratanu, Sekretaris MPKS PCM Krembangan

Tinggalkan komentar