Tujuh Bentuk Keringanan dalam Beribadah

Surabaya, syiarmu.com – Pada Ahad (2/3/2025) diselenggarakan kajian Ahad Pagi oleh Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) Krembangan di Masjid At Taqwa. Ustadz Ali Junaedi SHI menyampaikan tausiyah tentang “7 Bentuk Keringanan (Rukhshah) dalam Beribadah”.

Kajian diawali dengan firman Allah dalam QS. Al Insyiroh: 5-6 yang artinya, “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sungguh bersama kesulitan ada kemudahan.”

Ayat itu menjelaskan bahwa Allah telah menjamin melalui QS. Al Insyiroh: 5-6 tersebut bahwa setiap hamba-Nya mengalami satu kesulitan pasti Allah menyediakan dua jalan kemudahan.

“Kata kesulitan di ayat 5 dan 6 merujuk pada hal yang sama sedangkan kata kemudahan di ayat 5 merujuk pada hal yang berbeda dengan kemudahan yang dikatakan Allah pada ayat ke-6. Contohnya, Allah memberikan ujian sakit kepada seorang hamba maka Allah sudah menyediakan paling tidak dua kemudahan untuknya. Dengan sakit dia bisa ijin tidak bekerja (istirahat di rumah), dengan sakit dia bisa berkumpul dengan keluarga dan mendapat perhatian lebih dari istri dan anak-anaknya,” ujarnya.

“Kaitannya dengan kesabaran adalah bahwa kesabaran itu diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya sebanding dengan besarnya ujian yang dia terima.” imbuhnya.

Rasulullah SAW pernah suatu ketika keluar dari rumahnya dengan tersenyum bahagia. Beliau bersabda, “Satu kesulitan akan diganti dengan dua kemudahan.”

Ustadz Ali lalu menjelaskan bahwa Allah SWT dalam sifat-Nya yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang memberikan keringanan-keringanan kepada umat Islam dalam menjalankan ibadah dalam kondisi tertentu.
“Rukhshah ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang mudah dan tidak memberatkan,” tuturnya.

Berikut 7 bentuk rukhshah yang dijelaskan oleh Ustadz Ali Junaedi.

  1. Menggugurkan kewajiban. Misalnya, dalam kondisi sakit tertentu, seseorang diperbolehkan untuk tidak berpuasa Ramadhan. Namun, wajib menggantinya dengan membayar fidyah sesuai ketentuan.
  2. Mengurangi beban ibadah. Contohnya, saat safar (perjalanan jauh), shalat fardhu yang empat rakaat boleh diqashar menjadi dua rakaat.
  3. Mengganti ibadah
    Ketika air sulit didapatkan, seseorang boleh bertayammum sebagai pengganti wudhu atau mandi wajib.
  4. Mendahulukan sesuatu yang belum datang waktunya
    Seperti menjamak shalat Dzuhur dan Ashar di waktu Dzuhur (jama’ taqdim).
  5. Mengakhirkan sesuatu yang telah datang waktunya
    Hal itu seperti menjamak shalat Maghrib dan Isya di waktu Isya (jama’ ta’khir).
  6. Kemurahan
    Dalam kondisi terpaksa atau pengobatan, seseorang diperbolehkan untuk memakan sesuatu yang haram, seperti obat yang mengandung unsur babi.
  7. Perubahan
    Dalam kondisi terancam, seseorang diperbolehkan untuk shalat tanpa menghadap kiblat.

Ustadz Ali Junaedi juga menekankan bahwa setiap keringanan ini memiliki syarat dan ketentuan khusus. “Penting bagi kita untuk memahami kondisi-kondisi yang membolehkan kita mengambil rukhshah ini,” pesannya.

Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada alasan seorang mukmin tidak bersabar karena setiap Allah memberikan kesulitan hidup maka bersama itu pula Allah telah siapkan dua kemudahan untuknya. Yang dibutuhkan manusia adalah keyakinan pada apa yang sudah Allah janjikan,” kata Junaidi mengakhiri tausiahnya. (Nila-Robica/Fikri)

Tinggalkan komentar